Selasa, 25 Juli 2017

Kamu, Bukan Teman Ataupun Musuh

Masih ingat percakapan kita malam-malam itu?
Saat saya dengan sangat mudahnya menceritakan tentang diri saya kepada kamu, seseorang yang sampai saat ini pun masih tidak bisa dipercaya hahaha

Mereka bilang kamu racun. Tapi bagi saya kamu itu obat.
Mereka bilang kamu itu setan. Tapi bagi saya kamu itu teman. (Saya berharap kamu beranggapan yang sama).
Mereka bilang saya terlalu bodoh karena dibodohi kamu. Tapi saya masih berfikir kamu terlalu baik untuk membodohi orang bodoh seperti saya.

Entah berawal dari jalan yang mana dan bagaimana, saya bisa menemukan sosok teman yang terkadang bisa menjadi kakak, pada diri kamu. Atau terlalu berlebih kah kalau saya mengatakan sahabat?
Dengan segala "kehebatan" kita, yang mereka bilang "keanehan" kita yang selalu kita banggakan. Ternyata kita memang seaneh itu ya?
Sebelumnya saya berfikir, senang bisa membantu, menemani, dan membuat kamu tertawa. Membuat kamu tidak merasa sendiri, dan mendengarkan semua cerita kamu. (percayalah saya selalu antusias di bagian ini). Tapi sekarang saya sadar kalau semua itu adalah gambaran dari diri saya. Saya yang selalu bahagia dibuat tertawa oleh kamu, saya yang selalu merasa tidak sendiri karena adanya kamu, yang selalu bisa menceritakan semua kisah di hidup saya dan kamu selalu antusias mendengarnya.

Kamu yang sekarang bukan teman namun juga bukan musuh. Ternyata kamu yang selama ini menguatkan saya, bukan saya yang menguatkan kamu. Kamu yang membaikkan saya, bukan saya yang membaikkan kamu. Saya yang pengecut, bukan kamu. Saya yang terlalu sombong seperti Kertarajasa atau Firaun, bukan kamu. Ternyata saya tidak sekuat dan sehebat itu....

Namun rencana terbaik adalah tetap milik-Nya. Mungkin karena lebih banyak baiknya kamu, dan tidak adil kalau kamu yang lebih sering membaikkan saya. Sehingga Tuhan menghilangkan "kita" dan kembali menjadi "saya dan kamu".
Terkadang saya hanya merindukan saat saya tau harus bercerita kemana. Dan sekarang saya harus kembali memendam semuanya. Berbicara dan berdamai dengan diri sendiri. Seharusnya rasanya tidak semenyakitkan ini, karena sebelumnya saya baik-baik saja berlindung di balik tempurung.

Selasa, 21 April 2015

Hari Ini

Mengapa harus bersedih akan beratnya hari yang kita lalui, sedangkan Allah masih membangunkanmu dari tidurmu pagi tadi.
Mengapa harus menangisi hal tentang manusia, sedangkan kau tidak pernah bersedih ketika meninggalkan perintah-Nya.
Mengapa harus terburu-buru mengejar deadline, sedangkan seruan-Nya pun takpernah kau hiraukan.
Mengapa selalu mengeluh dan menyalahkan segalanya, sedangkan kau masih diberikan oksigen secara gratis untuk bernafas.
Mengapa kita tidak duduk sebentar,  merenungi anugerah apa saja yang telah diberikan oleh-Nya pada kita sampai detik ini?
Mengapa kita tidak berkaca dan berbicara pada tubuh ini, masih haruskah aku congkak dan berjalan dengan "kemampuanku" tanpa menyertakan-Nya di setiap langkahku?
Bersyukurlah atas kegagalan yang pernah kau rasakan. Percaya, itu adalah salah satu cara-Nya untuk mengingatkan kita bahwa Allah sayang pada kita dan tidak ingin kita terlalu jauh dari Kasih-Nya.

Selasa, 17 Maret 2015

Di Kotaku

Di kotaku...
Hujan dijadikan cindera mata. Boleh kau bawa pulang. Tapi buat sendiri pelanginya.

Di kotaku...
Pelangi itu seperti gulali. Kalau mau beli. cukup dengan senyum dari hati.

Di kotaku...
Senja itu seperti sofa. Aku duduk di sana. Menunggumu terbenam dalam rasa.

Di kotaku...
Asap kendaraan takpernah pergi dari pandangan. Aku menembusnya ketika menuju senyum darimu yang kupuja.

Di kotaku...
Bintang-bintang bertebaran bersama para pencakar langit. Kalau kau mau ucap permintaan, kau panjat saja dengan doa.

Di kotaku...
Awan jadi pohon. Aku menaikinya. Merebah pada satu ranting, Mencuri pandang melihatmu dari sana.

Mau pindah ke kotaku? Aku menta dengan sepenuh hati... (adapted by Sadgenic : Rahne Putri)

Sabtu, 30 Agustus 2014

Jalan

Siapa yang bisa menebak jalan yang telah direncanakan-NYA? Siapa yang bisa memilih jalan yang ditempuh jika semuanya telah tertulis oleh-NYA? Siapa yang bisa menyangka, hal yang paling tidak mungkin yang pernah kita pikirkan adalah jalan yang nantinya akan membawa kita untuk semakin dekat dengan mimpi-mimpi kita? Tidak pernah terpikirkan olehku, bahwa merantau akan menjadi pilihanku untuk menyelesaikan sarjana. Tidak sejauh yang kalian bayangkan memang. Dengan membulatkan tekad dan doa agar selalu bisa berjalan di jalan-NYA, akhirnya aku memilih jalan itu. Tidak semudah dan senikmat yang kalian bayangkan bagaimana hidup sendiri di kota orang yang berjarak ratusan kilometer dari tempat dimana kalian belajar bersama orang-orang yang memiliki cinta yang tulus. Tapi, kejutan demi kejutan kutemukan di jalan yang telah aku ambil. Bertemu dengan orang-orang yang sedikit banyak merubah diriku ke arah yang lebih positif. Siapa yang menyangka, niat menutup aurat yang telah ada sejak berseragam putih-biru, baru terealisasi ketika aku memilih untuk pergi merantau. Subhanallah.... Bertemu dengan orang-orang yang secara sengaja maupun tidak sengaja memberikan perubahan di dalam hidupku. Tidak ada yang bisa mengerti jalan takdir. Grand Design Allah terlalu indah untuk dipahami. Sesibuk apapun kita mencari jalan yang kita anggap paling baik untuk kita, ketika Grand Design Allah telah tertulis di Arsy-NYA, siapalah kita yang dapat menolaknya. Rahmat dan pertolongan-NYA tidak akan begitu saja datang menghampiri kita. Jemput dan berlarilah kepada-NYA, karena Allah adalah sebaik-baiknya arah yang kita tuju.

Sabtu, 05 Oktober 2013

Hujan (di sudut mata) yang terlalu pagi

Selamat pagi yang terlalu pagi..... Selamat pagi air mata yang terlalu dini.... Ketika air mengalir di sudut gelap mata, banyak yang mengartikan itu sebuah ungkapan kesedihan, kekecewaan, kehilangan. Tapi tidak sedikit yang melakukannya sebagai ungkapan kebahagiaan, kebanggaan, kecintaan. Tapi untuk sebagian orang, menangis merupakan salah satu cara untuk meluapkan rasa di hati. Rasa yang mereka sendiri tidak mengerti bagaimana cara mendeskripsikannya. Rasa yang mereka sendiri sebenarnya tak ingin menyimpannya sendiri. Saat itulah, menangis adalah obat paling mujarab. Jangan pernah menahan air mata yang seharusnya mengalir. Biarkan dia mengalir. Menangis bukan berarti lemah, bukan berarti kalah, bukan berarti menyerah. Semacam mengeluarkan rasa sesak di dada, yang terkadang membuat kita tersengal-sengal untuk bernafas. Lepaskan rasa sesak itu. Menangislah sekeras-kerasnya. Sampai akhirnya, senyumlah yang akan menghapus semuanya.

Sabtu, 29 Juni 2013

RINDU

Selamat malam dunia. Selamat malam untukku yang masih berkutat dengan perasaan gelisah. Entah bagaimana harus mendeskripsikannya, aku tidak pandai dalam menuliskan kata-kata bersajak. Tapi aku punya ingatan yang baik, sangat baik malahan. Aku ingat semua melodi yang pernah kita nyanyikan bersama, aku ingat jalanan yang pernah kita lewati, aku ingat hal-hal "tidak penting" yang kita bicarakan berdua, aku ingat bagaimana caramu menatap ku saatku sedang berbicara. Mungkin agak berlebihan, tapi aku suka caramu memperhatikanku bercerita. Hangat, sangat hangat. Aku merasa aman. Aku ingat aroma parfummu sampai-sampai aku mencarinya dan menyimpannya, karena aku takut jikalau nantinya hidungku melupakan aroma itu. Bisakah kamu memberitahu apa yang sedang aku rasakan sekarang? Aku sendiri takut untuk mengakui apa yang sedang aku rasakan. Mengaku pada diri sendiri saja sulit, apalagi untuk jujur ke orang lain. Mungkin ini yang biasa orang dengungkan ketika mereka ingin bertemu dengan orang yang... yang..... mereka rindukan. Iya, aku rindu kamu. Aku rindu bersamamu. Aku rindu berada di belakangmu. Aku rindu merasakan nyaman dan aman saat bersamamu. Aku rindu ketika kita mentertawakan dunia dengan sisi kita sendiri. Aku rindu ketika aku tidak harus menjadi orang lain. Dan saat itu adalah saat aku bersamamu...

Jumat, 15 Maret 2013

Semoga

Semoga aku tak tuli, saat kamu mengetuk pintu hatiku. Karena aku takut, membiarkanmu berdiri sendiri di luar, kemudian berlalu. Jika kau berlalu, lagi-lagi aku harus melewati jam-jam panjang sendiri. Dan angin gelisah kembali datang melalui celah jendelaku. (Sadgenic. Rahne Putri)