Selasa, 20 Desember 2011

Sampai Saat Itu Datang

Tulisan ini saya buat di depan ruang ICU Rumah Sakit Jakarta. Selasa,20 Desember 2011 pukul 15.20 WIB.
Nunggu di depan ruang ICU adalah hal yang paling saya benci. Dengan perasaan was-was, tegang, takut, pasrah, sedih, dan sedikit semangat bahwa akan datang sebuah keajaiban membuat saya terus ingin meneteskan air mata, sampai saya merasa bahwa persediaan air mata saya hampir habis. Saya termasuk tipe orang yang malu untuk menangis di depan orang banyak, bukan karena saya tidak ingin dikasihani tapi saya berfikir, untuk apa saya menangis jika hanya membuat orang di sekeliling saya ikut menangis. Lebih baik tersenyum, karena saya lebih bahagia melihat mereka tersenyum.
Kembali ke depan ruang ICU Rumah Sakit Jakarta. Sesosok manusia yang terbaring lemas di dalam adalah sosok pekerja keras, penyayang, sabar dan pantang menyerah. Mungkin masih banyak sifat beliau yang tidak bisa saya sebutkan. Sosok yang membimbing saya dari kecil, sosok yang meng-adzani saya saat pertama kali menatap kerasnya dunia, sosok yang rela melakukan apapun untuk keluarga, dan sosok yang membuat saya menjadi anak perempuan yang paling bangga karena mempunyai ayah sepertia beliau. Ayah... Seorang yang dulu sering berkata "Kiki bangun! sholat subuh dulu!" atau "kiki udah sholat belum? sholat dulu sana,nanti waktunya keburu abis" atau "kamu udah dewasa,ibadahnya yg bener. Jangan dunia aja yg dikejar" dan yang paling saya ingat sebelum pergi ke Semarang "di sana jangan lupa sholat ya,baca quran,cari temen yg bener,bergaul yg bener,hati-hati dalam berbicara"....
yaaa..pesan dari sesosok Ayah yang sangat khawatir dan sayang terhadap anak perempuan bontotnya yang sekarang beranjak dewasa dan merantau ke Semarang demi pendidikannya.
17 tahun bersama beliau adalah sebuah keajaiban yg pernah saya dapatkan. Mungkin beliau tidak pernah berbicara secara langsung tentangrasa sayangnya terhadap saya, tapi dari tatapannya terlihat kalau dia sangat teramat sayang terhadap anak bontotnya ini.
Menangis ditengah malam adalah hal yang biasa dia lakukan untuk mendoakan semua anak dan cucunya. Membimbing adalah rutinitas hariannya apalagi semenjak beliau pensiun. Saya yang hidup di keluarga yang diajarkannya untuk selalu sederhana merasa menjadi jutawan atau bahkan milliarder di dunia ini karena memiliki keluarga yang lengkap sampai detik ini. Dan saya berharap sampai nanti, sampai saya bisa membuktikan seperti kakak-kakak saya.
Ayah... ku tahu kebahagiaan ini hanyalah semu. Melihat kondisimu yang sekarang, aku berfikir apa yang sudah aku berikan kepadamu yang bisa membuat kau bangga mempunyai anak sepertiku? Perjalananku masih panjang dan aku masih sangat membutuhkan bimbinganmu disini. Aku masih ingin melihatmu menghadiri acara wisudaku 4 tahun lagi. Aku masih ingin melihat wajahmu di foto wisudaku nanti. Aku masih ingin kau menjadi wali di pernikahanku nanti. Aku masih ingin kau bermain dengan anak-akakku nanti. Dan aku yakin,kau pasti ingin melihat aku sukses. Aku masih17 tahun ayah, hanya doa yang bisa aku berikan saat ini. Doa agar kau diberikan kesehatan dan kekuatan oleh Allah S.WT.
Tapi jika sampai saat itu tiba, kapanpun saat itu tiba, aku hanya ingin bilang, engkau adalah anugerah dan keajaiban terindah yang pernah aku miliki.

Tertanda, anak perempuan kecilmu yang akan selalu mencintaimu :*