Sedang tidak mau bertemu denganmu. Karena ternyata kenyataan itu begini pahit rasanya. Kenapa belum juga aku mau memuntahkannya, terus kukulum hingga naik semua asam empedu. Berliur dan hampir tumpah. Otakku begitu tumpul untuk terus mempertahankanmu. Mengimpikan bahwa pil kina memang semanis madu. Membayangkan kau akan menemaniku, dan mengecup lembut keningku.
Sekali lagi aku harus bangun, bahwa aku hanya mampu menatapmu dari tepi. Menikmati senyum dan keberadaanmu. Tawamu menjadi melodi baru untukku mesti makin lama berbunyi seperti suara besi yang menyakiti telinga. Adamu bagai candu yang kemudian membuatku mati keracunan.
Menunggu aku benar-benar bangkit dan berlari, meninggalkan tepi dan menyusun cerita baru. Kamu, aku dan langit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar